Judul diatas, bernada
pertanyaan yang aneh, prihatin dan menyedihkan. Rumah sejatinya adalah tempat
tinggal seluruh anggota keluarga dimana didalamnya bisa dilakukan semua kegiata
secara bersama-sama oleh semua anggota keluarga. Namun apa jadinya apabila
rumah ditinggalkan oleh penghuninya? Satu persatu anggota keluarganya pergi,
tentu akan serasa sepi, kurang asik, bahkan bisa disebut rumah hantu karena tak
terurus. Semua orang mendambakan adanya rumah yang nyaman, hangat, menyenangkan
dan menjadi tempat pertama berkembangnya setiap anggota keluarga sebelum
melangkah keluar, sehingga tak jarang orang yang unggul diluar berawal dari
keadaan rumah yang baik. Maka rawatlah rumah sebaik-baiknya dan jadikanlah
tempat kembali dikala lelah untuk beristirahat.
Forum Mahasiswa Garut ITB
(FORMAT) bisa dianalogikan sebagai ‘rumah’ bagi mahasiswa Garut yang sedang
menuntut ilmu di ITB, karena hampir sebagian banyak massa FORMAT mengakui sebagai rumah
keduanya. Analogi lain adalah
‘keluarga’, yang memang dijadikan suatu sebutan khas dan akrab bagi sifat
organisasi ini, yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dalam
keberjalanannya. Tidak ada yang salah ketika menggunakan dua kata tersebut, dan
memang semua masa merasakan dan mengakuinya bahwa FORMAT adalah rumah yang
dihuni oleh suatu keluarga, mahasiswa yang berasal dari Garut. Jika mengingat
lagi masa lalu, banyak kegiatan bersama yang dilakukan oleh massa FORMAT, seperti makan bareng,
liburan bersama, ‘rabu meeting’, bahkan acara pengabdian bersama atas nama
keluarga besar FORMAT. Dimana kegiatan tersebut tidak mungkin ada tanpa
partisipasi semua massa FORMAT, sungguh merupaakkan keluarga yang hangat dan harmonis.
Ketika dibaca ulang judul
dan paragraf pertama diatas, saat ini seakan mengintervensi dan bertolak
belakang dengan keadaan FORMAT pada masa lampau, yang seakan-akan menjadi rumah
yang ditinggalkan anggota keluarganya menjadi suatu organisasi yang sepi, gak
asik, dan membosankan. Tidak ada lagi massa FORMAT yang peduli terhadap massa FORMAT lainnya, kegiatan yang sepi
bahkan tak terlaksana, dan perumusan/musyawarah yang dihadiri oleh sebagian
kecil massa FORMAT. Pertanyaannya sekarang apakah benar keadaan FORMAT sekarang
seprihatin itu? Jawabannya ada pada benak dan argumentasi masing-masing massa FORMAT. Setiap orang pasti
mempunyai jawaban dan alasan yang berbeda ketika menjawab peratanyaan itu.
Ketika harus digeneralisir, hampir setiap orang merasakan hal yang sama yaitu
FORMAT yang kaku dan tak menjadi prioritas. Apakah ada keluarga yang kaku? Pantaskah
keluarga tidak menjadi prioritas? Jawabannya beragam pula. Sungguh hal yang
sangat relatif dan abstrak ketika kita jauh dari kalkulasi matematis. Karena
FORMAT memang bukanlah persoalan matematis yang bisa diasumsikan, dimodelkan
dan didapat solusinya dengan bantuan mesin. Setiap masa mempunyai rasa, pilihan
dan prioritas yang berbeda ketika berbicara FORMAT. Merupakan hal yang sangat
disayangkan jika jadinya FORMAT seperti itu, suatu keluarga yang hangat dan
harmonis kemudian hilang karena tak ada lagi yang memperdulikannya. Tentunya
tak akan pernah ada satupun anggota keluarga yang menginginkan keadaan rumahnya
seperti itu dan kehilangan anggota keluarganya.
Dari semua perbedaan, hanya ada satu kesamaan diantara massa FORMAT yaitu mahasiswa S1 Institut
Teknologi Bandung yang berasal dari Garut, mempunyai garis keturunan orang
Garut, dan atau yang pernah tinggal dan mempunyai kepedulian terhadap Garut. Memang
kita harus kembali menyatukan rasa dan pengakuan yang sama bahwasannya FORMAT
ITB adalah ‘rumah’ dan ‘keluarga’, rumah adalah FORMAT dan anggota keluarganya
adalah massa FORMAT sementara orang tua yang membuat rumah adalah kabupaten
Garut, karena secara alamiah dan logis
FORMAT ada karena sebelumnya GARUT ada. Tidak ada pengecualian, Setiap anggota
keluarga harus peduli terhadap rumahnya, ‘lebih baik disini rumah kita
sendiri’. Berkaitan dengan kesibukan diluar, komunikasi dan dan rasa ingin
kembali tetaplah harus ada. Tidak ada satu keluarga pun yang melarang anggota
keluarganya untuk menjadi sukses diluar, pasti akan selalu dido’akan dan
didukung oleh anggota anggota keluarga lainnya. Jika terdapat anggota keluarga yang
hilang tanpa sebab, seisi rumah akan merasa kehilangan dan sangat sedih karena
tak ada lagi keceriaan dan tingkahnya. Ketika anggota keluarga tak kembali,
seisi rumah akan berupaya untuk membujuknya kembali atas dasar kepedulian bukan
paksaan. Jika ada yang sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri, sehingga
membuatnya lebih nyaman, pastilah anggota keluarga disini akan setia dan
berharap menunggu kunjungannya.
Jangan biarkan anggota keluarga lain bersedih dan terbatas pergerakannya
karena tak ada kabar dan kepedulian dari
anggota keluarga yang lain. Bayangkan keadaan rumah dan wajah ibu pertiwi
apabila seperti itu, dia akan sangat menyayangkan kehangatan dan keharmonisan
yang dulu telah terjalin kini tiada. Dan lebih bisa dibayangkan lagi senyuman
‘ibu pertiwi’ ketika melihat rumahnya makmur, ramai anggota keluarga yang
mengunjunginya, berkegiatan besama-sama, penuh dengan keceriaan dan bisa
melakukan pengabdian terhadapnya. Karena saya yakin keluarga disini sangat
sayang dan peduli terhadap ‘ibu pertiwi’, untuk bisa mengabdi sebaik-baiknya
guna membayar kebaikannya selama ini. Bukan atas dasar paksaan, semata-mata
kewajiban, tanggungjawab seorang anggota keluarga melainkan atas dasar
ketulusan dan kebaikan sebagai fitrah yang Allah anugrahkan kepada umatnya yang
terbaik.
“Sampurasun
dulur............”
Fauzy
Faisal Awaludin AS F’11 – Teknik Kimia ‘11
No comments:
Post a Comment